Bab Berkurangnya Iman Akibat Maksiat
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam
Bab Berkurangnya Iman Akibat Maksiat adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan الجمع بين صحيحين (Al-Jam’u Baina As-Sahihain), sebuah kitab yang berisi Kumpulan shahih Bukhari dan Muslim karya Syaikh Yahya bin Abdul Aziz Al-Yahya. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. pada 5 Jumadal Akhirah 1440 H / 10 Februari 2019 M.
Download Kitab Al-Jam’u Baina As-Sahihain – Format PDF di sini
Download mp3 kajian sebelumnya: Bab Iman Akan Kembali ke Kota Madinah dan Iman Itu Yaman
Kajian Hadits Tentang Bab Berkurangnya Iman Akibat Maksiat – Al-Jam’u Baina As-Sahihain
Pembahasan kali ini sampai pada hadits ke-32 halaman 15 pada kitab Al-Jam’u Baina As-Sahihain.
لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ فِيهَا أَبْصَارَهُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
“Tidaklah orang yang berzina ketika ia sedang berzina dalam keadaan dia Mukmin, dan tidaklah orang yang meminum arak disaat ia minum arak dalam keadaan Mukmin, dan tidaklah orang yang mencuri disaat ia mencuri dalam keadaan Mukmin, dan tidaklah seseorang merampok harta orang kaya yang dihormati oleh manusia dalam keadaan ia Mukmin.”
Dalam satu riwayat:
وَالتَّوْبَةُ مَعْرُوضَةٌ بَعْدُ
“Dan Taubat setelah itu, akan ditampakkan setelahnya.”
Artinya jika dia memang bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka pada waktu itu imannya kembali.
Dan dalam hadits Ibnu ‘Abbas:
وَلَا يَقْتُلُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ قَالَ عِكْرِمَةُ قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ كَيْفَ يُنْزَعُ الْإِيمَانُ مِنْهُ قَالَ هَكَذَا وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ ثُمَّ أَخْرَجَهَا فَإِنْ تَابَ عَادَ إِلَيْهِ هَكَذَا وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ
“Dan tidaklah dia membunuh sedang dia dalam keadaan ia Mukmin.” Berkata Ikrimah, saya bertanya kepada Ibnu ‘Abbas; ‘bagaimana iman bisa dicabut darinya? ‘ ia menjawab; ‘begini’, sambil menjalinkan jari-jemarinya, kemudian ia keluarkan, ‘maka jika ia bertaubat, iman itu kembali kepadanya, ‘ sambil ia menjalin jari jemarinya.”
Hadits ini dijadikan dalil oleh orang Khawarij untuk mengkafirkan pelaku dosa besar. Orang Khawarij mengatakan bahwa pelaku dosa besar itu kafir, murtad dari agama Islam. Diantara dalilnya adalah hadits ini.
Kata mereka karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan, “‘tidaklah seseorang yang berzina disaat ia berzina dalam keadaan Mukmin.’ Kalau misalnya ia tidak dalam keadaan Mukmin, berarti ia kafir.`” Kata mereka.
Berarti kata orang Khawarij, pelaku zina kafir berdasarkan hadits ini. Pelaku minum arak kafir. Demikian pula pencuri kafir, perampok kafir dan semua pelaku dosa besar kata mereka adalah kafir, murtad dari agama Islam. Ini diantara dalilnya orang Khawarij disaat mereka mengkafirkan pelaku dosa besar.
Adapun Ahlus Sunnah wal Jama’ah didalam memahami hadits ini tidak seperti itu. Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengumpulkan semua dalil. Karena kebalikan orang Khawarij adalah Murji’ah yang mengatakan amal tidak termasuk iman. Murji’ah mengatakan maksiat tidak mempengaruhi iman. Iman tidak berkurang disebabkan maksiat. Dalilnya orang Murji’ah apa?
مَا مِنْ عَبْدٍ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، ثُمَّ مَاتَ عَلَى ذَلِكَ إِلَّا دَخَلَ الجَنَّةَ ” قُلْتُ: وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ؟ قَالَ: «وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ»
“Tidaklah seorang hamba yang mengucapkan ‘Laa Ilaaha Illallaah’, kemudian ia mati diatas kalimat tersebut, melainkan ia akan masuk surga.” Aku bertanya, “Walaupun ia berzina dan mencuri?” Beliau menjawab, “Walaupun ia berzina dan mencuri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kata mereka, ini mengatakan bahwa walaupun dia berzina dan mencuri, itu tidak mempengaruhi imannya sama sekali. Sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memadukan antara dua hadits ini. Dan merekalah yang selamat. Mereka memahami hadits ini dengan hadits tadi. Hadits sebelumnya menyatakan bahwa orang yang mengucapkan laa ilaa ha illallah, ia masuk surga walaupun berzina dan mencuri. Artinya orang yang berzina dan mencuri dia tidak kehilangan iman sama sekali. Adapun hadits ini, “tidaklah orang yang berzina disaat ia berzina dalam keadaan Mukmin.” Artinya dalam keadaan imannya sempurna. Kata para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, maksud hadits, “tidaklah orang yang berzina disaat berzina ia bukan Mukmin” artinya kafir. Sebab kalau dikatakan kafir tentu Nabi akan mengatakan “kafir”. Tapi Nabi mengatakan, “dalam keadaan Mukmin”. Maksud “dalam keadaan Mukmin” adalah dalam iman yang sempurna.
Oleh karena itu Ahlus Sunnah wal Jama’ah berkeyakinan seluruhnya bahwa pelaku dosa besar tidak kafir. Namun dia tidak bisa dikatakan Mukmin yang sempurna. Kenapa? Karena dia sudah kehilangan sebagian iman.
Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengumpamakan iman itu seperti pohon. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan bahwasanya iman itu bercabang-cabang. Ada 60 cabang. Seperti halnya pohon yang bercabang-cabang. Kalau Antum tebang salah satu cabang pohon itu, masih disebut pohon tidak? Tentu masih. Tapi apakah disebut pohon yang sempurna? Tidak.
Demikian pula cabang-cabang iman ini apabila salah satunya hilang, tidak menyebabkan hilang nama iman. Nama iman ada akan tetapi dia kehilangan kesempurnaan iman. Dan ini keyakinan yang haq. Sehingga dengan seperti ini berpadulah semua dalil. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّـهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّـهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا ﴿٤٨﴾
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa[4]: 48)
Maka dari itu Ahlus Sunnah wal Jama’ah mempunyai keyakinan bahwa orang yang berbuat dosa selain syirik masih diberikan ampunan oleh Allah bagi siapa yang Allah kehendaki. Berarti ini statusnya belum kafir. Tapi ia dibawah kehendak Allah. Kalau Allah kehendaki ia diampuni, maka diampuni. Kalau Allah kehendaki ia untuk mengadzabnya, Allah akan adzab dia. Tapi selama ia wafat di atas laa ilaa ha illallah, dia sudah mendapatkan jaminan masuk surga. Ini keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Inilah yang membedakan antara Ahlus Sunnah dengan Khawarij, Ahlus Sunnah dengan Murji’ah dalam masalah dosa besar. Khawarij mengatakan pelaku dosa besar kafir, murtad dari agama Islam, halal darahnya. Karena pelaku dosa besar sudah berhukum dengan hukum selain Allah. Sedangkan Allah mengatakan:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّـهُ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴿٤٤﴾
“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah[5]: 44)
Murji’ah mengatakan dosa besar tidak mempengaruhi iman. Orang yang berbuat dosa besar walaupun banyak, imannya sempurna kata mereka dan tidak pengaruh sama sekali. Ahlus Sunnah mengatakan bahwa pelaku dosa besar tidak kafir, tapi ia kehilangan kesempurnaan iman.
Makanya orang Khawarij dan orang Murji’ah ada satu sisi kesamaannya. Satu sisi kesamaan antara orang Khawarij dan Murji’ah itu mereka sama-sama mengatakan bahwa iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang.
Orang Khawarij mengatakan bahwa iman tidak bertambah dan tidak berkurang. Tapi kata mereka, “kalau hilang salah satu cabang iman, hilang seluruhnya.” Kalau orang Murji’ah juga mengatakan bahwa iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang. Tapi mereka mengatakan orang yang kehilangan salah satu cabang iman tidak mempengaruhi kesempurnaan iman.
Kalau dizaman sekarang ada orang berkata, “yang penting kan niatnya.” Ini adalah keyakinan Murji’ah. Seakan-akan yang penting hatinya. Karena orang Murji’ah mengatakan bahwa iman itu sebatas keyakinan dengan hati. Amal tidak termasuk iman, maksiat tidak mempengaruhi iman.
Dizaman sekarang orang yang mengatakan, “Siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah adalah kafir secara mutlak.” Maka ini pendapat kaum Khawarij. Kaum Khawarij mengatakan semua yang tidak berhukum dengan hukum Allah kafir tanpa ada perincian. Semua penguasa yang tidak berhukum dengan hukum Allah kafir. Mereka tidak sadar mereka itu bertabrakan. Mereka menjadikan ayat ini hanya khusus untuk penguasa saja. Seorang penguasa yang tidak berhukum dengan hukum Allah itu kafir, murtad dari agama Islam. Mereka tidak sadar bahwa pelaku maksiat pun sebetulnya dia tidak berhukum dengan hukum Allah. Orang yang berzina, apakah zina hukum Allah? Orang yang makan riba, apakah riba hukum Allah?
Seharusnya kalau dia mengatakan, “Barangsiapa yang berhukum dengan hukum selain Allah kafir secara mutlak”, berarti pelaku zina kafir, pelaku riba kafir, karena mereka sudah berhukum dan hukum selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan inilah hakikat keyakinan Khawarij.
Simak penjelasannya pada menit ke-15:00
Download MP3 Kajian Hadits Tentang Bab Berkurangnya Iman Akibat Maksiat – Al-Jam’u Baina As-Sahihain
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46715-bab-berkurangnya-iman-akibat-maksiat/